Archive for Globalisasi

Berhenti Merokok

Bumi kita makin panas dan terus dipenuhi dengan racun. Ada baiknya kita memulai mengurangi racun yang sudah terlanjur bertebaran di bumi ini, mencegah agar racun baru tidak masuk dan mengurangi dampak dari pemanasan global mulai dari sekarang dan mulai dari kita sendiri. Mengapa tidak kita mengambil peran memperbaiki kondisi bumi kita sendiri untuk kita dan semua manusia. Mari silahkan cermati, renungkan dan diambil pelajaran baiknya dari pesan di bawah ini yang saya dapatkan dari seorang teman. Mudah-mudahan pesan ini dapat berguna dan diterapkan untuk kita bersama. Ada baiknya pesan ini disbar luaskan kepada orang-orang di sekitar kita. Bangun dan galang gerakan bersama untuk mengurangi peredaran racun di bumi kita yang semakin sarat dengan carbon.

Hidup dan diri serta bumi kita ini anugrahNya, jangan kotori dengan tindakan-tindakan yang mengotori dan merusak ciptanNya. Jangan kotori hidup kita dan masa depan anak-anak serta saudara-saudara yang kita cintai dengan rokok. Setelah membaca pesan di bawah ini, saya pribadi senang sekali. Dahulu saya perokok berat dan seolah-seolah tidak bisa menghentikannya. Saya beryukur sekali dan berterima kasih pada anak-anak dan isteri saya serta banyak teman mengajak juga mendukung saya untuk berhenti merokok. Saya berdoa agar mereka semua selalu mendapatkan berkatNya karena telah menolong saya agar tidak terus mengotori diri ini dengan racun rokok. Saya bisa menghentikannya dan saya yakin sekali saudara-saudara bisa menghentikan laju rokok meracuni diri kita seperti saya. Akhirnya sudah hampir 3 tahun ini saya berhenti merokok. Saya menikmati hasilnya, hidup sehat tanpa rokok dan penuh harapan semoga berumur panjang untuk dapat terus berjuang dan memberi manfaat bagi keluarga dan sesama. Mudah-mudahan saya bisa terus menghentikannya dan mohon dukungannya. Mari rubah diri kita dengan tidak membuat racun untuk sesama dan bumi ini agar lebih baik. TIDAK ADA KATA KURANGI, BERHENTILAH MEROKOK SEKARANG JUGA.

Leave a comment »

Faktor-Faktor Pemborosan BBM pada Mobil

Sekarang ini banyak dijual alat-alat yang diklaim dapat menghemat konsumsi pemakaian bahan bakar mobil. Padahal tanpa disadari, masih ada hal-hal yang baik disadari ataupun tidak justru malah menyebabkan konsumsi bahan bakar mobil menjadi boros. Akibatnya penambahan alat-alat penghemat bahan bakar tersebut menjadi sia-sia ataupun tidak efektif. Untuk hemat BBM pada kendaraan tidak cukup hanya mengandalkan teknologi, tapi juga perlu dipahami mengenai perilaku-perilaku yang dapat menyebabkan konsumsi bahan bakar yang boros.

Berikut ini beberapa hal yang dapat memicu borosnya BBM pada kendaraan.

1. Memanaskan kendaraan atau mobil berhenti terlalu lama Memanaskan kendaraan yang terlalu lama dapat menjadi penyebab borosnya BBM. Hal tersebut disebabkan meskipun mobil dalam keadaan berhenti, mesin uang dalam kondisi menyala tetap menggunakan bahan bakar untuk dibakar. Hal ini akan lebih diperparah lagi jika dalam kondisi berhenti tersebut, AC dalam keadaan menyala. Sebaiknya memanaskan mobil tidak lebih dari 5 menit.

2. Menekan pedal gas pada rpm tinggi
Umumnya mesin-mesin mobil memiliki tenaga maksimum yang dicapai pada rpm sekitar 2500 rpm sampai 2800 rpm. Artinya pada range rpm tersebut, kondisi mobil ada dalam kondisi yang sangat efisien. Jika mobil dijalankan pada rpm tinggi bahkan sampai melebihi 5000 rpm, maka BBM yang diperlukan oleh mesin akan meningkat. Selain itu juga putaran tinggi akan menyebabkan umur komponen mesin yang bekerja akan semakin pendek. Untuk itu agar konsumsi BBM bisa berkurang, usahakan agar mobil melaju di range ekonomis (rpm 2500 – rpm 2800) pada posisi gigi persneling yang paling tinggi.

3. Sering melakukan akselerasi tinggi dan perlambatan engine brake yang sangat cepat.
Akselerasi yang tinggi atau tiba-tiba akan menyebabkan banyak tenaga yang dihasilkan mesin akan terbuang. Sebaiknya jika memang tidak diperlukan, hal ini tidak perlu dilakukan. Demikian juga dengan perlambatan engine brake yang cepat, dapat menyebabkan BBM terbuang sia-sia. Hal ini terutama terjadi pada mesin mobil yang masih menggunakan karburator. Kecuali pada mobil yang sudah menggunakan engine cut off (umumnya mobil diatas tahun 2000), gejala seperti ini dapat diminimalisir.

4. Membuka jendela saat AC mobil beroperasi.
Hal ini akan membuat AC mobil bekerja keras untuk mendapatkan suhu yang duharapkan. AC yang bekerja keras terus menerus tentunya akan membebani mesin mobil sehingga konsumsi bahan bakar juga akan bertambah. Selain itu juga hal AC yang dipaksa kerja keras terus menerus dapat mengurangi umur pemakaian.

5. Cara membelokkan kendaraan pada kondisi jalan berliku
Usahakan agar saat membelokkan mobil dilakukan dengan cara sehalus mungkin. Karena cara membelokkan mobil secara ekstrem juga dapat memberikan tambahan beban pada mesin mobil.

Comments (1) »

Sikap Gereja pada Globalisasi

Sikap Gereja
Globalisasi dianggap suatu yang besar, lebih dari apapun yang sedang membentuk dunia saat ini, karena itu menyentuh segala bidang kehidupan. Kita tengok beberapa bidang yang ada kaitannya dengan gereja, dan bagaimana kita harus menyikapinya.
1. Ekonomi:
Segi positif: meningkatkan kemampuan gereja untuk memperluas kerajaan Allah dan melayani sesama.
Segi negatif: timbulnya sekularisasi, materialisme, komersialisasi hal-hal rohani (bandingkan Kid 8:18-20), dan sikap narcisis/egois yang mengorbankan nilai-nilai iman/rohani (ajaran teologi kemakmuran, fenomena debu emas/intan, “benih iman”/”seed-faith, dll).
Gereja perlu melanjutkan Zakheus-Zakheus (Luk 19:8) dan Barnabas-Barnabas (Kis 4:36-37). Bukan ‘duit’ tapi ‘ do it’ yang harus diutamakan.
2. Teknologi Telekomunikasi :
Perkembangan alat-alat telekomunikasi, terutama penggabungan beberapa teknologi informasi yaitu komputer, telepon dan televisi, memberi peluang PI, menggerakkan setiap anggota gereja terlibat dalam pelayanan.
Sisi negatifnya:
– Kemajuan telekomunikasi informasi juga membuka peluang masuknya arus informasi yang tidak bertanggung jawab (hal-hal yang menyesatkan, pornografi, kekerasan, dan ide-ide jahat). Harus dibarengi pembinaan moral dan etika.
– Tanpa sentuhan manusiawi (personal communication) dari hati-ke hati (seperti Yesus dengan Zakheus, dengan wanita Samaria). Persekutuan antar pribadi orang beriman perlu dijaga (Ibr 10:25).
– PI melalui alat-alat telekomunikasi bersifat verbal. Perlu diikuti PI yang bersifat nyata/perbuatan/sosial (Yak 1:27).
3. Budaya :
Berkaitan dengan nomor 2 di atas, arus budaya global juga menyerbu gereja (terutama musik dan tarian lewat kaset-kaset lagu atau video). Ini memang menimbulkan gairah baru yang menyegarkan dalam ibadah gereja.
Yang harus dipertanyakan:
– Apakah gairah dalam praise & worship itu serta merta dibarengi pertumbuhan menuju kedewasaan rohani serta pembaharuan etis-moral hidup Kristiani? (Baca kitab Amos dan Mikha yang penuh nuansa moral).
– Ada bahaya titik berat ibadah bergeser dari pemberitaan/penghayatan Firman menjadi sekedar pelipur lara dan pemuasan emosional (misal dengan bahasa lidah). Padahal iman hanya bertumbuh dan menjadi kuat oleh pemahaman Firman Allah yang sehat (Rom 10:17; I Pet 2:2; Yoh 17:17).
4. Peranan Wanita
Era globalisasi ditandai pula dengan munculnya pemimpin-pemimpin wanita atau wanita-wanita karier di berbagai bidang kehidupan. Martabat wanita terangkat. Ini positif bagi gereja karena di dalam gereja jumlah wanita umumnya lebih banyak daripada pria.
Yang harus diwaspadai:
– kemungkinan terjadinya perceraian lebih meningkat, lebih-lebih kalau istri lebih menonjol daripada suami.
– Wanita jangan melupakan fitrahnya sebagai ibu rumah tangga (harus membatasi waktu kerja dan karier). Feminisme menuntut wanita harus sama dengan pria dalam segala hal. Tidak mungkin.
– Kemitraan/partnership antara suami dan istri harus tetap dipelihara (Kej 2:18)
5. Agama / Spiritualitas
Terjadi kebangkitan agama-agama di jaman globalisasi ini (God at Work). Perubahan-perubahan cepat membuat manusia kehilangan keseimbangan dan memerlukan pegangan spiritual. Orang lalu lari ke agama-agama:
– Yang bersifat batin/ke dalam: Hindu, Budha, Konfusius, Sinto, Kebatinan, Karismatik, New Age.
– Yang bersifat keluar (otoriter/legalistis): Islam fundamentalis
Gereja juga tak luput dari perkembangan ini: merebaknya persekutuan atau kebaktian-kebaktian di kantor-kantor, hotel-hotel, rumah-rumah makan, karena menganggap gereja-gereja mapan tak mampu mengisi kekosongan batin umatnya.
Yang harus diwaspadai:
– Yang berkembang belum tentu benar secara teologis, yang tidak/kurang berkembang belum tentu tidak benar (bandingkan 450 nabi Baal >< Elia :I Raj 18:16-19)
– Gerakan-gerakan Kristen jangan hanya jadi ajang pertunjukan/ entertainment, obat bagi kerisauan jiwa (Bandingkan Yoh 4:13-14)
– Gereja-gereja mapan atau tradisional harus menyadari kekurangannya dalam melayani kebutuhan anggotanya akan nilai-nilai rohani yang lebih dalam. Gereja harus bisa menjadi transformator masyarakat melalui transformasi individu-individu. “Not having religion but being religius”. Untuk ini pembentukan komsel sangat membantu (Kis 2:46).
6. Individu
Era globalisasi adalah era kemenangan individu. Globalisasi yang sarat informasi tinggi, membuka peluang bagi individu-individu yang lebih gesit bergerak ketimbang lembaga-lembaga untuk menjalankan amanat Tuhan Yesus.
Kebangkitan kaum awam terjadi. Jemaat secara individual bisa lebih leluasa memilih ajaran-ajaran yang ingin diikutinya. Ini memacu munculnya individualisme yang tidak/kurang berpikir oikumenis.
Hal yang harus diwaspadai:
– Tiap orang mudah mengajarkan keyakinannya sendiri dengan menulis buku atau traktat, mencetaknya dan menyebarluaskannya. Kotbah-kotbahnya direkam sendiri dan dikirimkan kemana-mana. Lebih-lebih kalau didukung dana kuat (misal: penerbitan Alkitab 2000 – Injil dan Taurat).
– Menimbulkan kebingungan di antara umat karena banyaknya tawaran. Di sini perlu adanya sikap kembali kepada Alkitab dengan hermeunetik yang sehat (II Tim 2:14-19).
– Gereja harus mengembangkan kesalehan sosial, bukan hanya kesalehan ritual di antara warganya, sehingga tidak menjadi ekstrem.
– Kerjasama atau kebersamaan harus terus dikembangkan tidak secara struktural tapi jaringan kerja (networking).

Sumber : http://www.ladangtuhan.com

Leave a comment »

Sikap Gereja pada Globalisasi

Sikap Gereja
Globalisasi dianggap suatu yang besar, lebih dari apapun yang sedang membentuk dunia saat ini, karena itu menyentuh segala bidang kehidupan. Kita tengok beberapa bidang yang ada kaitannya dengan gereja, dan bagaimana kita harus menyikapinya.
1. Ekonomi:
Segi positif: meningkatkan kemampuan gereja untuk memperluas kerajaan Allah dan melayani sesama.
Segi negatif: timbulnya sekularisasi, materialisme, komersialisasi hal-hal rohani (bandingkan Kid 8:18-20), dan sikap narcisis/egois yang mengorbankan nilai-nilai iman/rohani (ajaran teologi kemakmuran, fenomena debu emas/intan, “benih iman”/”seed-faith, dll).
Gereja perlu melanjutkan Zakheus-Zakheus (Luk 19:8) dan Barnabas-Barnabas (Kis 4:36-37). Bukan ‘duit’ tapi ‘ do it’ yang harus diutamakan.
2. Teknologi Telekomunikasi :
Perkembangan alat-alat telekomunikasi, terutama penggabungan beberapa teknologi informasi yaitu komputer, telepon dan televisi, memberi peluang PI, menggerakkan setiap anggota gereja terlibat dalam pelayanan.
Sisi negatifnya:
– Kemajuan telekomunikasi informasi juga membuka peluang masuknya arus informasi yang tidak bertanggung jawab (hal-hal yang menyesatkan, pornografi, kekerasan, dan ide-ide jahat). Harus dibarengi pembinaan moral dan etika.
– Tanpa sentuhan manusiawi (personal communication) dari hati-ke hati (seperti Yesus dengan Zakheus, dengan wanita Samaria). Persekutuan antar pribadi orang beriman perlu dijaga (Ibr 10:25).
– PI melalui alat-alat telekomunikasi bersifat verbal. Perlu diikuti PI yang bersifat nyata/perbuatan/sosial (Yak 1:27).
3. Budaya :
Berkaitan dengan nomor 2 di atas, arus budaya global juga menyerbu gereja (terutama musik dan tarian lewat kaset-kaset lagu atau video). Ini memang menimbulkan gairah baru yang menyegarkan dalam ibadah gereja.
Yang harus dipertanyakan:
– Apakah gairah dalam praise & worship itu serta merta dibarengi pertumbuhan menuju kedewasaan rohani serta pembaharuan etis-moral hidup Kristiani? (Baca kitab Amos dan Mikha yang penuh nuansa moral).
– Ada bahaya titik berat ibadah bergeser dari pemberitaan/penghayatan Firman menjadi sekedar pelipur lara dan pemuasan emosional (misal dengan bahasa lidah). Padahal iman hanya bertumbuh dan menjadi kuat oleh pemahaman Firman Allah yang sehat (Rom 10:17; I Pet 2:2; Yoh 17:17).
4. Peranan Wanita
Era globalisasi ditandai pula dengan munculnya pemimpin-pemimpin wanita atau wanita-wanita karier di berbagai bidang kehidupan. Martabat wanita terangkat. Ini positif bagi gereja karena di dalam gereja jumlah wanita umumnya lebih banyak daripada pria.
Yang harus diwaspadai:
– kemungkinan terjadinya perceraian lebih meningkat, lebih-lebih kalau istri lebih menonjol daripada suami.
– Wanita jangan melupakan fitrahnya sebagai ibu rumah tangga (harus membatasi waktu kerja dan karier). Feminisme menuntut wanita harus sama dengan pria dalam segala hal. Tidak mungkin.
– Kemitraan/partnership antara suami dan istri harus tetap dipelihara (Kej 2:18)
5. Agama / Spiritualitas
Terjadi kebangkitan agama-agama di jaman globalisasi ini (God at Work). Perubahan-perubahan cepat membuat manusia kehilangan keseimbangan dan memerlukan pegangan spiritual. Orang lalu lari ke agama-agama:
– Yang bersifat batin/ke dalam: Hindu, Budha, Konfusius, Sinto, Kebatinan, Karismatik, New Age.
– Yang bersifat keluar (otoriter/legalistis): Islam fundamentalis
Gereja juga tak luput dari perkembangan ini: merebaknya persekutuan atau kebaktian-kebaktian di kantor-kantor, hotel-hotel, rumah-rumah makan, karena menganggap gereja-gereja mapan tak mampu mengisi kekosongan batin umatnya.
Yang harus diwaspadai:
– Yang berkembang belum tentu benar secara teologis, yang tidak/kurang berkembang belum tentu tidak benar (bandingkan 450 nabi Baal >< Elia :I Raj 18:16-19)
– Gerakan-gerakan Kristen jangan hanya jadi ajang pertunjukan/ entertainment, obat bagi kerisauan jiwa (Bandingkan Yoh 4:13-14)
– Gereja-gereja mapan atau tradisional harus menyadari kekurangannya dalam melayani kebutuhan anggotanya akan nilai-nilai rohani yang lebih dalam. Gereja harus bisa menjadi transformator masyarakat melalui transformasi individu-individu. “Not having religion but being religius”. Untuk ini pembentukan komsel sangat membantu (Kis 2:46).
6. Individu
Era globalisasi adalah era kemenangan individu. Globalisasi yang sarat informasi tinggi, membuka peluang bagi individu-individu yang lebih gesit bergerak ketimbang lembaga-lembaga untuk menjalankan amanat Tuhan Yesus.
Kebangkitan kaum awam terjadi. Jemaat secara individual bisa lebih leluasa memilih ajaran-ajaran yang ingin diikutinya. Ini memacu munculnya individualisme yang tidak/kurang berpikir oikumenis.
Hal yang harus diwaspadai:
– Tiap orang mudah mengajarkan keyakinannya sendiri dengan menulis buku atau traktat, mencetaknya dan menyebarluaskannya. Kotbah-kotbahnya direkam sendiri dan dikirimkan kemana-mana. Lebih-lebih kalau didukung dana kuat (misal: penerbitan Alkitab 2000 – Injil dan Taurat).
– Menimbulkan kebingungan di antara umat karena banyaknya tawaran. Di sini perlu adanya sikap kembali kepada Alkitab dengan hermeunetik yang sehat (II Tim 2:14-19).
– Gereja harus mengembangkan kesalehan sosial, bukan hanya kesalehan ritual di antara warganya, sehingga tidak menjadi ekstrem.
– Kerjasama atau kebersamaan harus terus dikembangkan tidak secara struktural tapi jaringan kerja (networking).

Sumber: http://www.ladangtuhan.com

Leave a comment »

Penyebab pemanasan global

Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C , bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C dengan efek rumah kaca. Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.

Efek umpan balik

Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[9][10]

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat “keterangan” dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya” selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

http://www.wikipedia.com

Leave a comment »

Dampak Globalisasi

stilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipatgandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver, Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia Ketiga.Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat ketika semua orang di dunia sudah memakai celana Levis dan sepatu Reebok, makan McDonald, minum Coca-Cola. Secara lebih esensial, globalisasi nampak dalam bentuk Kapitalisme Global berimplementasi melalui program IMF, Bank Dunia, dan WTO; lembaga-lembaga dunia yang baru-baru ini mendapat kritik sangat tajam dari Dennis Kucinich, calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, karena lembaga-lembaga itu mencerminkan ketidakadilan global.

Program-program dari lembaga-lembaga itu telah menjadi alat yang ampuh dari kapitalisme Barat yang mengguncangkan, merontokkan dan meluluh-lantakkan bukan hanya ekonomi, tetapi kehidupan negara-negara miskin dalam suatu bentuk pertandingan tak seimbang antara pemodal raksasa dengan buruh gurem. Rakyat kecil tak berdaya di negara-negara miskin, menjadi semakin terpuruk dan merana.

Jadi walaupun ada dampak positif globalisasi seperti misalnya hadirnya jaringan komunikasi dan informasi yang mempermudah kehidupan umat manusia, ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat miskin, globalisasi lebih banyak dampak negatifnya. Kita melihat aspek negatif itu dalam ketidak-adilan perdagangan antar-bangsa, akumulasi kekayaan dan kekuasaan di tangan para kapitalis negara-negara maju yang mengakibatkan kemelaratan yang tak terbayangkan di negara-negara miskin, termasuk di Indonesia. Menurut Kucinich, Negara-negara miskin telah diperas lewat pembayaran beban utang ke lembaga global . Dicontohkan, setiap tahun 2,5 miliar dolar AS dana mengalir dari sub-Sahara Afrika ke kreditor internasional, sementara 40 juta warga mereka kurang gizi.

Sumber: artikel.sabda.com

Leave a comment »

Pengertian Globalisasi

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.

Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.

Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna. John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt (1988) mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi universal, tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global. Hal ini dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional.

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.

http://www.wikipedia.com

Leave a comment »

Globalisasi

Menyiasati Globalisasi

Krismon 1997 dan sampai tingkat tertentu ledakan “bom Bali” adalah “bom waktu” buatan Indonesia sendiri, karena proses liberalisasi dan globalisasi telah dibiarkan berlangsung “kebablasan”, karena kita mengira sistem ekonomi kapitalis liberal (sistem pasar bebas ala Neoklasik ortodok) adalah satu-satunya sistem ekonomi yang cocok untuk dipakai dan diterapkan di Indonesia. Jika kita sadari dan percaya bahwa Pancasila adalah ideologi yang telah menyatukan bangsa hingga mampu membebaskan Indonesia dari 350 tahun penjajahan, maka Pancasila pastilah dapat diandalkan sebagai sumber ideologi untuk menyusun sistem ekonomi nasional. Jika perasan Pancasila adalah asas gotong-royong atau asas kekeluargaan, maka tepat sekali bunyi ayat 1 pasal 33 UUD 45 bahwa:

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Dalam asas kekeluargaan terkandung pengertian demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang.

Demikian “serangan” globalisasi tidak perlu kita takuti selama kita setia menggunakan Pancasila sebagai ideologi pegangan kehidupan bangsa. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik, dan kerakyatan, yang akan mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

http://www.ekonomirakyat.com

Leave a comment »