Archive for Tak Berkategori

Putus Asa

Pada suatu ketika, iblis mengiklankan bahwa ia akan mengobral perkakas-perkakas kerjanya. Pada hari H, seluruh perkakasnya dipajang untuk dilihat oleh para calon pembeli, lengkap dengan harga jualnya. Seperti kalau kita masuk ke toko hardware, barang-barang yang dijual sungguh-sungguh menarik, dan semua barang kelihatan berguna sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harganya pun tidak mahal.

Barang-barang yang dijual antara lain: dengki, iri, tidak jujur, tidak menghargai orang lain, malas, tak tahu terimakasih, dendam, dan lain sebagainya. Di suatu pojok display, ada satu perkakas yang bentuknya sederhana, sudah agak aus, tetapi harganya paling tinggi diantara yang lain.

Salah seorang calon pembeli bertanya, “Ini alat apa namanya?”. Iblis pun menjawab, “Oh, itu namanya putus asa”. “Kenapa harganya mahal sekali, kan sudah aus…?”. “Ya, karena perkakas ini sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi. Saya bisa dengan mudah masuk kedalam hati manusia dengan alat ini dibanding yang lain. Begitu saya berhasil masuk, saya dengan sangat mudah melakukan apa saja yang saya inginkan terhadap manusia terebut. Tahukah anda kenapa barang ini menjadi aus?, Itu karena saya sering menggunakannya kepada hampir semua orang, karena kebanyakan manusia tidak tahu kalau Putus Asa itu sebenarnya milik saya”.

http://inspirasi2.wordpress.com/2008/09/01/putus-asa/#more-111

Untuk direnungkan : kita bisa saja jatuh, atau gagal, karena kita masih manusia. tapi ingat jangan sampai putus asa, karena iblis akan membuat semuanya semakin buruk saat kita putus asa.

Have a nice day! GBU… ^_^

Leave a comment »

Tindakan Alternatif Bagi Pemulihan Krisis Ekologi

Krisis Ekologi: Sebuah Masalah Global

Alam dan manusia adalah dua komponen yang mempunyai hubungan dialektis yang sangat erat. Manusia pada hakikatnya bergantung pada alam dan sudah ditugaskan oleh Allah untuk menempati dan “menguasai” alam raya. Manusia pun didaulat oleh Allah untuk mengelola dan melestarikan alam. Karena itu, sejak awal mula, alam bukan dilihat sebagai “obyek” yang mesti dikuras dan dirusakkan oleh karena keserakahan manusia. Manusia mesti membangun solidaritas yang harmonis dengan alam sebagai “subyek” yang menaungi kehidupannya.

Dalam perjalanan sejarah, obyektifikasi atas alam telah menjadi lembaran hitam dalam ziarah peradaban manusia. Bahkan cerita tentang pengrusakan atas alam masih nyaring terdengar hingga saat kini dengan intensitas yang semakin menggila. Manusia se-mau gue– mengobyekkan alam, mengeksploitasi dan merusakkan alam demi memuaskan napsu besarnya untuk menguasai jagad raya. Obyektifikasi atas alam merupakan ekses dari cara berpikir dikotomis-cartesian yang menjadi trend pada suatu zaman. Alam adalah obyek yang mesti dikuras isinya, bukan subyek yang perlu dipelihara kelestariannya. Cara pandang ini sudah out of date ketika kita menjejakkan kaki di zaman sekarang. Kendati sudut tilik atas alam ini sudah kadaluarsa, namun perilaku manusia hic et nunc terkadang tidak sepadan dengan cara berpikirnya yang selaras zaman. Di zaman sekarang, kita tidak sulit menemukan kecongkakan manusia dalam mengeksploitasi alam/lingkungan. Tindakan pengrusakan itu mulai dari skala global (makro) sampai pada skala lokal (mikro) yang menunjukkan sisi lain napsu manusia untuk menaklukan alam semesta. Dampak langsung dari ulah manusia ini adalah krisis ekologi yang kian terasa belakangan ini.

Krisis ekologi berdampak pada terganggunya keseimbangan ekologi, yang mengancam eksistensi manusia sebagai pelaku utama dalam ekologi. Dengan terganggunya keseimbangan ekologi, maka kemampuan alam untuk produksi menurun, sementara itu di saat yang bersamaan kebutuhan manusia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi (over population). Akibatnya, alam menjadi rusak, sebab manusia terus memanfaatkannya tanpa ada usaha pemulihan kembali. Efek samping dari kerusakan tersebut adalah timbulnya bencana alam yang menelan banyak korban, baik fisik maupun material, bahkan berdampak pada mental manusia. Banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan merupakan beberapa dari sekian banyak bukti kelalaian manusia dalam mengelola alam.

Menatap Konteks Lokal: Realitas Timor Barat

Sebagaimana diketahui bahwa wilayah Timor Barat – seperti juga berbagai daerah lain di NTT – merupakan lahan kering dan relatif tandus, terdiri dari tanah berkapur dan berbatu-batu dengan topografi berbukit-bukit. Hanya sebagian kecil lahan yang tergolong subur dan mempunyai sumber air irigasi. Jumlah curah hujan di wilayah ini di bawah 1000 mm. Hari hujan juga tercatat sangat pendek, hanya berkisar 3 – 4 bulan (November – April) musim hujan dan selebihnya adalah musim kemarau berkisar 8 – 9 bulan (April – Oktober) setiap tahun. Kondisi alam seperti ini mempengaruhi pola bertani pada mayoritas masyarakat petani di wilayah ini. Pola pertanian yang diandalkan di wilayah Timor Barat adalah tebas bakar dan ladang berpindah-pindah setiap tahun. Masyarakat melakukan tebas bakar karena ingin mendapatkan lahan baru yang relatif subur. Itu sebabnya mereka selalu berpindah hampir setiap tahun karena pada lahan yang sama mereka sulit mendapatkan hasil yang sama atau lebih tinggi dari musim tanam sebelumnya akibat menurunnya kesuburan lahan. Lahan yang ditinggalkan kemudian dibiarkan untuk jangka waktu yang cukup lama (sering disebut dengan istilah mengistirahatkan tanah atau memberokkan lahan) bahkan mencapai lebih dari 10 tahun terutama di masa lalu ketika jumlah penduduk masih relatif terbatas.

Kebiasaan tebas bakar dan kebun berpindah ini juga berkaitan erat dengan orientasi sistem pertanian yang dianut masyarakat Timor Barat. Orientasi utama dalam sistem pertanian mereka adalah pemenuhan kebutuhan pangan (subsisten). Tanaman pangan yang dikembangkan adalah jagung, padi ladang lokal, kacang-kacangan dan berbagai jenis umbi-umbian. Sedangkan tanaman umur panjang seperti tanaman perdagangan maupun kayu-kayuan dikembangkan dalam jumlah yang relatif sangat sedikit.

Bergandengan dengan sistem tebas bakar dan ladang berpindah ini, masyarakat Timor Barat juga memiliki kebiasaan beternak lepas terutama ternak sapi. Artinya, masyarakat yang memiliki sapi membiarkan ternaknya mencari makan sendiri di padang penggembalaan. Hal ini selain dipengaruhi oleh keterbatasan tenaga untuk merawat sapi yang relatif banyak (terutama di masa lalu) juga karena didukung oleh persediaan padang penggembalaan umum (milik desa/komunitas adat) yang relatif luas.

Pola pertanian tebas bakar dan ladang berpindah sudah cukup lama dikeluhkan karena membawa persoalan yang cukup besar bagi petani. Persoalan besar yang ditimbulkan oleh pola bertani tebas bakar dan kebun berpindah adalah menurunnya luas wilayah hutan secara drastis. Hal ini kian diperparah oleh eksodusnya warga Timor-Timur ke Timor Barat akibat gejolak politik yang menerpa bumi Lorosae baik di tahun 1975 maupun tahun 1999. Karena tidak mempunyai lahan pertanian dan tuntutan untuk survive, mereka pun merambah hutan secara serampangan untuk dijadikan areal perkebunan. Akibat lanjutannya adalah hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya sumber-sumber mata air, tingginya tingkat erosi, kekeringan berkepanjangan di musim kemarau dan banjir di musim hujan yang makin parah dirasakan pada beberapa tahun terakhir ini.

Tingkat produktivitas lahan pertanian pun menurun akibat merosotnya kesuburan lahan pertanian karena erosi, serangan hama penyakit tanaman karena berkurangnya keanekaragaman hayati. Seiring dengan persoalan ini, kebiasaan ternak lepas juga berakibat buruk bagi pertanian karena banyak tanaman pertanian dirusak oleh ternak. Padahal pertanian merupakan andalan pokok kehidupan para petani wilayah Timor Barat. Tak pelak lagi, mayoritas penduduk di wilayah Timor Barat akhirnya terjebak/terbelenggu sebagai petani subsisten – ekstraktip yang tetap dililit kemiskinan.

Nimba sebagai Solusi Alternatif

Hutan di wilayah Timor Barat semakin kritis. Lahan pertanian, di mana para petani menggantungkan hidupnya, juga kian tandus. Debit airnya pun semakin menurun dan beberapa sumber mata air mengering. Menyikapi kondisi alam seperti ini, banyak pihak (stakeholders) sudah mengambil prakarsa dan inisiatif untuk mengkonservasi dan merenovasi hutan, tanah dan air yang kian mencemaskan. Upaya yang ditempuh oleh pihak-pihak yang peduli lingkungan belum membawa hasil signifikan karena dilakukan secara sporadis dan tidak sinergis.

Salah satu NGO lokal, tempat di mana penulis bekerja, memilih lingkungan hidup sebagai fokus utama kegiatannya. Pemilihan isu lingkungan hidup sebagai bidang utama kegiatan oleh LSM yang peduli lingkungan ini bukan tanpa sebab. Bertolak dari kondisi hutan, lahan dan kehidupan masyarakat petani Timor Barat yang kian memprihatinkan, sudah waktunya alam tempat hunian manusia direnovasi dan dikonservasi. Untuk mewujudkan impiannya dalam membangun solidaritas dan kepedulian dengan alam, pilihan LSM ini jatuh pada “nimba” (neem), pohon sejuta manfaat, untuk dibudidayakan. Di wilayah Timor Barat umumnya dan Kabupaten Belu khususnya sebagai basis kerja NGO ini, nimba masih tergolong sebuah pohon asing karena kebanyakan masyarakat lebih “akrab” dengan pohon jati, mahoni, dan cendana yang bernilai ekonomis tinggi. Pada beberapa lokasi yang spesifik, nimba berhasil dibudidayakan oleh orang-orang tertentu (para pastor pada lembaga Gereja Katolik) dengan  pemahaman yang amat minim akan kemujaraban nimba (sebagai pohon obat-obatan). Sudah pernah diupayakan untuk menggalang kerja sama dengan pemerintah (Dinas Kehutanan) dalam usaha “memasyarakatkan” nimba, namun upaya ini tidak membawa hasil karena pihak pemerintah pun berpendapat bahwa nimba masih merupakan pohon asing. Kendati gagal menjalin kemitraan dengan pemerintah, berkat swadaya NGO tersebut nimba dibudidayakan secara lebih meluas (kendati masih bersifat sporadis) pada beberapa lokasi di Belu (Lakafehan dan bukit Wekiar di Kecamatan Kakuluk Mesak dan desa Aitoun di Kecamatan Raihat). Dan, dalam kemitraan dengan Care International Indonesia (CII) untuk program MIAT (Program Pemberantasan Malaria), nimba pun dibudidayakan pada 12 desa intervensi MIAT sebagai tanaman pengusir nyamuk karena nimba berkhasiat untuk memberantas penyakit malaria yang selama ini dianggap masyarakat sebagai penyakit yang biasa-biasa saja.

Tanaman nimba dalam bahasa latin disebut Azadirachta. Orang Inggris menyebutnya neem. Bangsa Indonesia menamakannya nimba, di samping berbagai nama lokal yang berada di dan dari daerah yang satu ke daerah yang lain, misalnya: intaran (Bali), nimbo (Jawa), mindi (Sunda), Lien Ewi (Bunak), dan lain sebagainya. Ada dua varietas nimba, yakni Azadirachta Indica yang berasal dari India dan Birma (Myanmar), dan Azadirachta Siamensis atau Thaineem yang berasal dari Muangthai. Kedua varietas ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Azadirachta Indica dilihat sebagai varietas yang lebih bermutu sehingga lebih banyak dikembangkan sampai sekarang. Sedangkan Azadirachta Siamensis jarang dibudidayakan karena kandungan Azadirachti (zat racunnya) lebih rendah dan daging buahnya sulit dipisahkan dari biji.

Nimba memiliki beberapa sifat yang spesifik dan sangat menguntungkan, serta amat cocok dibudidayakan di daerah beriklim tropis seperti di wilayah Timor Barat. Ciri-ciri tanaman nimba adalah sebagai berikut: berakar dalam dengan daya kerja yang luar biasa, sehingga dapat menampung dan menyimpan air dalam waktu yang lama. Pohon nimba memiliki unsur penangkal panas. Karena itu nimba mampu hidup di daerah tropis. Hal ini ditandai dengan daun yang selalu hijau dan rindang (tidak gugur) meskipun musim panas berkepanjangan. Nimba tahan terhadap pemangkasan dan cepat bertunas kembali bila dipangkas. Sifat ini sangat penting bila dikaitkan dengan manfaatnya sebagai kayu bakar atau pakan ternak untuk keperluan paronisasi. Pohon ajaib ini pun tidak menyukai daerah yang permukaan air tanahnya terlampau dangkal, apalagi daerah yang terlalu becek dan tergenang air (drainase jelek). Nimba mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah salin (berkadar garam tinggi) dan pada tanah asam. Bahkan nimba dapat menetralisir keasaman tanah karena komponen nimba mengandung zat alkaline (pH 8,2).

Tanpa bermaksud meminimalisir kemujaraban nimba sebagai pohon dengan sejuta manfaat, paling kurang ada tiga fungsi/manfaat nimba sehingga urgen dibudidayakan di Timor Barat sebagai tanaman alternatif konservasi alam. Pertama, manfaat ekologis. Nimba merupakan pilihan alternatif untuk mengatasi degradasi lingkungan. Kondisi alam yang dicirikan oleh perubahan musim yang tidak menentu, hutan yang kian kritis, erosi dan banjir, serta debit air yang semakin menurun menuntut upaya konservasi dan renovasi segera dilaksanakan. Untuk itu, nimba dijagokan karena terbukti bisa mengatasi persoalan alam yang terus mencemaskan pada beberapa dasawarsa terakhir ini. Kedua, manfaat ekonomis. Semua bagian pada pohon nimba (dari akar sampai daun) ternyata mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Pohon nimba merupakan kayu kelas satu yang layak dipasarkan, daun dan buahnya pun bisa diolah baik untuk keperluan obat-obatan maupun sebagai bahan baku produksi pasta gigi. Masih banyak contoh produk nimba lain yang bisa diangkat untuk menunjukkan sisi lain kekayaan fungsi ekonomis nimba. Hal ini perlu dikedepankan agar masyarakat tidak merasa kuatir akan kemubasiran budidaya nimba sebab nimba pascapanen bisa diproduksi untuk mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat. Kekuatiran masyarakat akan mubasirnya budidaya nimba juga bisa ditepis karena akses pasar nimba bisa dijangkau masyarakat dan terbukti “laris – manis”. Ketiga, fungsi produksi pertanian. Salah satu kemujaraban nimba yang sesuai dengan kondisi para petani di Timor Barat adalah manfaat nimba sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik dan pestisida. Mayoritas masyarakat Timor Barat bermata pencaharian sebagai petani. Kerapkali produktivitas para petani menurun karena diserang hama penyakit. Pengalaman para petani selama ini membuktikan bahwa memberantas hama penyakit dengan pupuk anorganik bukan solusi terbaik karena menambah masalah di atas masalah. Nimba, karena itu, cocok dibudidayakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik dan pestisida untuk meningkatkan produktivitas para petani.

Budidaya nimba merupakan solusi alternatif konservasi alam. Kondisi alam yang semakin tandus dan degradasi lingkungan yang disebabkan oleh pelbagai faktor menuntut penanganan yang cepat demi terciptanya lingkungan yang layak huni. Nimba merupakan solusi alternatif untuk mengembalikan harmoni alam dan lingkungan. Budidaya nimba merupakan solusi alternatif optimalisasi pendapatan ekonomi masyarakat. Kekuatiran masyarakat akan kemubasiran budidaya nimba bisa ditepis berkat kedigdayaan nimba yang bersifat multifungsional. Justru karena itu, perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat bisa ditempuh lewat cara membudidayakan nimba. Nimba juga merupakan solusi tepat guna bagi para petani dalam meningkatkan produktivitas mereka sebab nimba bisa dijadikan sebagai bahan dasar pengolahan pupuk organik dan pestisida untuk membasmi hama penyakit tanaman. Budidaya nimba, karena itu, menjadi solusi membangun solidaritas dengan alam-lingkungan dan masyarakat petani Timor Barat. Hal ini mutlak perlu jika dikaitkan dengan konteks keadilan sebagai fairness (berkenaan dengan tanggung jawab kita atas hidup generasi di masa yang akan datang / keadilan lintas generasi).

Leave a comment »

Antara “Harapan” dan “Angan-angan”

Secara etimologis, kata khitoh berasal dari bahasa Arab yang berarti rencana, jalan, atau garis. Dengan demikian, khitoh perjuangan dapat diartikan sebagai rencana, jalan atau garis perjuangan dalam mewujudkan misi dan cita-cita sebuah gerakan.

Khitoh perjuangan berisi pokok-pokok pikiran yang diharapkan dapat menjadi garis perjuangan ke depan. Di dalam rumusan khitoh perjuangan ini terkandung aspek pembaharuan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaharuan diarahkan pada upaya peneguhan exsistensi sebagai gerakan Islam yang mampu menyelesaikan problematika umat Islam. Sementara aspek kesinambungan merupakan upaya mempertahankan hasil positif yang selama ini dilakukan.

Khitoh perjuangan diharapkan bukan hanya sekedar retorika yang kaya wacana tetapi miskin kerja nyata. Melalui khitoh, gerakan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemulihan krisis yang telah lama menghimpit sendi-sendi kehidupan di tubuh generasi muda PERSIS. Sudah saatnya generasi muda PERSIS bangkit sebagai kekuatan terdepan di dalam merespon dan menyikapi dinamika zaman. Generasi muda PERSIS harus tekun, rajin, kreatif, aktif, dinamis, enerjik dan revolusioner.

Pelaku sejarah masa depan adalah kita sebagai angkatan muda, baik dan buruknya sejarah tergantung bagaimana kita mempersiapkannya sekarang, sejarah tidak bisa di rubah dengan instant pepatah arab menyebutkan “ al-bunyan la taqumu fi yaumin wa lailatin”. Akan tetapi memerlukan waktu. Dan waktu untuk mewujudkan sejarah yang kita inginkan adalah sekarang. Sebab tanpa mempersiapkan untuk masa depan tanpa di barengi dengan perjuangan atau tindakan yang nyata itu akan sia-sia, dan perlu kita ketahui perbedaan antara harapan dan angan-angan sangatlah tipis. Harapan adalah sesuatu keinginan yang di barengi dengan tindakan yang nyata sedangkan angan-angan adalah sesuatu keinginan yang tidak dibarengi dengan tindakan yang nyata. Angan-angan merupakan hal yang harus kita hindari sebab, itu adalah datangnya dari setan, yang merupakan salah satu strategi syaitan untuk menjauhkan manusia dari Alloh SWT. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat An-Nisa ayat 120. yang artinya :”Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”.

Kita tidak asing dengan kalimat Rijalul Ghad dan Umahatul Ghad sewaktu kita di Pesantren dan bahkan sampai sekarang masih di gunakan sebagai nama sebuah organisasi santri di seluruh Pesantren Persatuan Islam, hal ini tidak lain adalah untuk mengingtkan kepada kita bahwa pemuda sekarang adalah bapak yang akan datang begitu pula pemudi sekarang adalah ibu yang akan datang. Dalam mempersiapkan diri untuk hari esok. Dalam konteks ini, firman Alloh SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 18 berikut ini perlu menjadi pijakan dalam setiap gerak dan langkah kita. Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Fenomena perubahan dunia yang menuntut setiap orang untuk terlibat aktif dalam mewarnai perkembangan peradaban. Kompetisi dan persaingan dalam seluruh aspek kehidupan harus dihadapi bukan dihindari.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa peradaban barat lebih maju dari peradaban Islam, antara lain dibuktikan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial politik yang dicapai barat. Dengan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat fisik material, fenomena kebangkitan Peradaban Barat merupakan keniscayaan.

Namun bila dikaji lebih dalam, kemajuan sains dan teknologi yang menjadi basis fundamental bangunan peradaban Barat justru telah menelantarkan dunia diambang pintu krisis global yang semakin hari semakin menghawatirkan. Krisis global yang dihadapi umat manusia di planet ini telah menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan seperti bidang kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, ekologi, dan hubungan sosial. Krisis juga melanda dimensi-dimensi intelektual, moral dan spiritual. Anehnya, peradaban Barat ini dijadikan sebagai cermin yang harus diikuti oleh semua Negara, termasuk Negara-negara Islam. Inilah yang menyebabkan rapuhnya fondasi peradaban dunia secara global.

Kerapuhan fondasi peradaban Barat itu merupakan peluang besar bagi kita sebagai generasi muda untuk membangun peradaban alternative yang berdimensi moral dan spiritual. Agenda utama yang harus dikedepankan antara lain membangun kesadaran eksistensial manusia yang tidak terpisahkan dari Allah SWT. Keyakinan terhadap kehadiran Allah SWT dalam seluruh dimensi kehidupan akan memberikan kekuatan sekaligus kedamaian dalam hati setiap manusia yang menjadi aktor pendukung setiap kebudayaan.

Hal ini harus menjadi spirit dan landasan bagi setiap aktivitas dan kreativitas yang dilakukan oleh kita. Dengan semangat ini, kita harus tampil sebagai pelopor dalam mewujudkan pencerahan peradaban. Dulu PERSIS lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berpikir), terperosok ke dalam mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, tahayul, syirik, musyrik dan rusaknya moral. Dan lebih dari itu umat islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Akan tetapi sejalan dengan perubahan zaman tantangan itu bertambah umat Islam berada dalam keterkungkungan, kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan. Selain itu bid’ah-bid’ah modern bermunculan untuk melemahkan iman umat Islam. Contohnya adalah sebuah kenyataan bagi kita yang sedang kita hadapi sekarang adalah telah munculnya paham-paham Islam liberal dan pluralisme agama, merupakan hasil dari perusakan citra Islam oleh Barat. Dalam pandangan Barat, sebuah agama yang bertentangan dengan nilai dan budaya Barat akan di anggap sebagai agama ekstrim. Melalui paham pluralisme, umat Islam diajak untuk memahami bahwa semua agama adalah sama dan tidak ada perlunya bersikap loyal kepada agama Islam. Dengan cara ini, kaum muslimin diseret kepada berbagai penyelewengan moral dan pelanggaran ajaran-ajaran agama Islam yang murni.

Bertolak dari realitas obyektif di atas, generasi muda dituntut untuk mewujudkan peradaban Islam masa depan dengan melakukan upaya-upaya rekonstruktif melalui upaya pembumian wahyu melalui kontektualisasi ajaran Islam. Kontektualisasi ajaran Islam tentu saja harus di barengi dengan upaya eksplorasi ilmu pengetahuan ( scentitific exploration). Di samping itu generasi muda juga harus mengambil peran dalam upaya mencari penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan (scentitific discovery) Dengan ilmu pengetahuan yang berorentasi ilahiyah, tatan kebudayaan dan peradaban dunia dapat diwujudkan secara baik.

Sekarang kita hidup bukan dijaman orang-orang terdahulu dimana mereka berjuang memberantas khurafat, bid’ah, takhayul, musyrik dan melepaskan dari cengkraman penjajahan kolonial Belanda yang ingin memadamkan cahaya Islam. Tantangan zaman sekarang jauh lebih berat. Paparan di atas adalah sebuah realita yang sedang kita hadapi keberpihakan zaman tegantung peranan kita sendiri. Akankah khitoh generasi muda PERSIS dijadikan sebagai sebuah harapan yang di buktikan dengan sebuah tindakan yang nyata ataukah hanya sebuah angan-angan belaka? sebuah perubahan tidak akan datang begitu saja akan tetapi perubahan itu akan datang apabila kita istiqamah dalam berjuang. Hidup akan berarti apabila diisi dengan perjuangan.

Leave a comment »