Pembangunan adalah perubahan sosial yang direncanakan sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Dalam pembangunan diperlukan komunikasi pembangunan (penyampaian informasi pembangunan) agar pemerintah dapat menginformasikan program-program dalam pembangunan serta masyarakat dapat mengkoordinasi pembangunan sehingga pembangunan dapat berjalan dengan baik.
Pergantian kekuasaan dan otoritarianisme menuju demokrasi membawa banyak harapan, salah satunya adalah penyediaan ruang yang luas bagi partisipasi publik dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan dalam berbagai tingkatan.
Perubahan rezim di Indonesia, sebagai amanat reformasi telah mendorong terselenggaranya pemerintahan yang demokratis, transparan dan menjunjung tinggi akuntabilitas publik. Kesenjangan antara pusat dan daerah dicoba diatasi melalui desentralisasi. Pelaksanaan otonomi daerah telah memberi keleluasaan kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan – termasuk di antaranya dalam pemberian ruang bagi partisipasi publik.
Pembangunan nasional merupakan salah satu wujud memenuhi janji politik pemerintah kepada masyarakat pemilih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan nasional, seperti: pengangguran, kemiskinan, ketimpangan sosial, pertumbuhan ekonomi nasional dan lain-lain.
Masyarakat sebagai salah satu unsur utama di dalam pembangunan saat ini semakin dituntut peran sertanya. Sebetulnya sudah sejak lama berkembang berbagai model pembangunan partisipatif yang melibatkan masyarakat bahkan menempatkan masyarakat sebagai pelaku sentral dari pembangunan yang sedang dan akan berlangsung, namun dalam penerapannya masih banyak terdapat kelemahan disana-sini.
Latar Belakang Peran Masyarakat Dalam Pembangunan
Paradigma Pembangunan Di Indonesia :
1. Top Down
Terjadi pada era Orde Baru (PELITA), artinya pemerintah merupakan pihak yang sangat mendominasi dalam hal perencanaan pembangunan.
Pada tahap ini, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah
2. Botton Up
Pada tahap ini, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dua arah, masyarakat mempunyai akses sebagai subjek atau pelaku dalam pembangunan sehingga muncul istilah pemberdayaan masyarakat.
Dari kondisi ini, pendekatan dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat, yaitu model ‘Pemberdayaan Masyarakat’ (PM). Dasar proses Pemberdayaan Masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.
Peran masyarakat dalam pemberdayaan akan menjadi sangat besar dan signifikan pada masa mendatang, seiring dengan tumbuhnya proses demokratisasi pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama
Pada makalah kali ini kelompok kami akan membahas arti penting partisipasi masyarakat dalam pembangunan dilihat dari segi politik&pemerintahan, ekonomi, sosial-budaya, sumber daya alam&lingkungan yang melibatkan seluruh aspek lapisan kehidupan berbangsa dan bernegara.
ASPEK SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
Masyarakat juga berperan langsung dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan di Indonesia.
Dalam aspek ini, peran masyarakat sangat penting dengan keikutsertaan masyarakat dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
Program-program yang harus dilakukan adalah:
1. Peningkatan jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang peduli dan mampu mengelola sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
2. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui pendekatan keagamaan, adat, dan budaya.
3. Pengem-bangan pola kemitraan dengan lembaga masyarakat yang melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
4. Perlindungan hak-hak adat dan ulayat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Selain itu terdapat program-program lain, yaitu:
1. Pemasyarakatan pembangunan berwawasan ling-kungan.
2. Pengkajian keadaan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat adat dan lokal.
3. Peman\faatan kearifan tradisional dalam pemeliharaan lingkungan hidup.
4. Perlindungan terhadap teknologi tradisional dan ramah lingkungan.
5. Peningkakan kepatuhan dunia usaha dan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan dan tata nilai masyarakat lokal yang berwawasan lingkungan hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Tepat pada pukul 08. 30 WIB, serombongan orang yang berjumlah puluhan orang bergerak dari kantor WALHI DIY menuju per – empatan Kantor Pos Besar Yogyakarta, yang mana pada hari itu (05 Juni 2007) bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia.
Peringatan hari Lingkungan Hidup se – Dunia bermula pada tanggal 05 -16 Juni 1972, di Stockholm, Swedia, dilaksanakanlah sebuah konferensi internasional yang dibidani oleh PBB dengan mengambil tema besar mengenai permasalahan lingkungan dan pembangunan. Konferensi ini menjadi salah satu tonggak sejarah keperdulian umat manusia terhadap lingkungan hidup, sejak saat itu hingga saat ini setiap tanggal 05 Juni selalu diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Massa yang merupakan gabungan dari Sahabat Lingkungan (ShaLink) WALHI DIY dan Jogja Onthel Community (JOC) berkumpul di taman parkir Abu Bakar Ali, Malioboro Jogjakarta, sebelum bersama – sama berjalan kaki menuju perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta, yang akan digunakan sebagai pusat aksi. Selain membawa berbagai spanduk dan poster yang berisi jargon, gambar dan slogan – slogan yang berisi ajakan dan himbauan akan arti pentingnya berprilaku bijak dan cerdas dalam memperlakukan lingkungan, rombongan itu juga mengusung replika pohon yang mana pohon tersebut diberi nama ”Pohon Kehidupan”. ”Pohon Kehidupan” ini terbuat dari kertas daur ulang sebanyak kurang lebih sebesar 30 Kg.
Semua aksesorisnya juga terbuat dari sampah. Selain mengusung pohon kehidupan, peserta aksi juga melakukan aksi simpatik berupa teatrikal dengan beberapa dari peserta aksi memakai kostum warna warni dan yang cukup menariknya ada yang berpakaian mumi dengan mengunakan masker pelindung pernapasan yang merupakan siimbol dari keadaan manusia yang sewaktu – waktu kondisinya bisa seperti itu melihat kualitas udara sekarang sudah begitu tercemar.
Pada peringatan hari Lingkungan Hidup tahun ini, diambil tema ”Jeda Asap, Kurangi Polusi”, dimana pesan yang ingin disampaikan yaitu berupa ajakan untuk mematikan mesin kendaraan (stop engine) kepada pengguna kendaran pada saat lampu lalu lintas (traffic light) menunjukkan lampu merah (stop), walau cuma dalam hitungan detik tetapi paling tidak (harapannya) bisa sedikit mengurangi polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan bermotor yang sudah sangat mengkhawatirkan di Yogyakarta ini.
Perlu dicermati, ajakan ini tidak hanya sebatas pada sebuah aktifitas ”seseorang melakukan gerakan motorik mengerakan tangannya memutar kunci kontak dari posisi on ke posisi off”, tetapi lebih dari itu yaitu ajakan untuk bersama – sama menyadari kondisi udara Yogyakarta yang sudah begitu tercemar asap kendaraan bermotor, sehingga perlu sikap bijak kita dalam menyikapi hal itu. Salah satu sikap cerdas dan bijak yang bisa kita lakukan untuk memimalkan dampak negatif dari hal tersebut yaitu dengan menanam pohon dan menjaganya sebagai penyuplai oksigen bagi paru – paru kita. Aksi simpatik ini berlangsung hingga pukul 12. 00 WIB, yang diisi orasi lingkungan, teatrikal, dan membagikan masker pelindung pernapasan kepada para pengguna jalan yang melintasi per – empatan Kantor Pos Besar Yogyakarta.
Melalui event ini diharapakan semakin banyaknya orang atau masyarakat terutama kalangan pengguna kendaraan bemotor yang merasa penting berprilaku pro lingkungan, cinta lingkungan dan berempati terhadap pelestarian lingkungan, serta melalui event ini diharapkan juga bisa mengurangi polusi udara di Yogyakarta, tetapi tentunya event peringatan Hari Lingkungan Hidup di D.I Yogyakarta setiap tahunnya, tidak hanya berhenti sebatas pada euporia perayaannya (celebration) dan ritual saja, akan tetapi lebih dari itu.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup dari tahun ke tahun diharapkan bisa berkontribusi terhadap upaya – upaya penyelamatan lingkungan hidup yang nyata dan berkesinambungan. Jangan sampai menjadi sebaliknya, setiap tanggal 05 Juni dijadikan sebagai Peringatan Hari (Kerusakan) Lingkungan Hidup Se- Dunia.
”Persoalan terbesar dan paling menyedihkan dalam upaya pelestarian lingkungan/konservasi adalah bukan pada hilangnya habitatnya atau eksploitasi yang berlebihan, tetapi pada ketidakpedulian manusia pada hal tersebut, (Balmford, 1999)”. Semoga ungkapan diatas bisa menjadi renungan bagi kita semua.
WALHI-Jogja. Kata mutiara “kebersihan bagian dari Iman” selama ini telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa iman seseorang dapat diukur dari kemampuannya menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Ungkapan “Kelestarian Lingkungan bagian dari Iman” terungkap dalam diskusi “Agama dan Lingkungan” di Kedai HIJO pada tanggal 13 September lalu. Berbagai elemen (perusahan, pemerintah, masyarakat) harus memperlihatkan imannya dalam karya nyata pembangunan yang tidak merusak lingkungan.
KH. Abdul Muhaimin sebagai pembicara utama, mengawali diskusi dengan menceritakan pengalamannya. Ia menuturkan, saat muda dulu, ia terbiasa jalan-jalan dari satu tempat ke tempat yang lain di Yogyakarta. Perjalanan tersebut tidak membuatnya terlalu lelah. Oleh karena, masing-masing sisi jalan masih dirimbuni pohon-pohon. Kondisi itu sudah berbeda kini, menurutnya, jalan pake mobil selama satu jam saja sekarang sudah lelah.
Kerusakan lingkungan pun diakui oleh beliau terus terjadi saat ini. Penyebab utamanya adalah perbuatan manusia. Lebih spesifik, Ketua Forum Persaudaraan Umat Beragama Yogyakarta menuturkan, kultur masyarakat ternyata tidaklah mendukung untuk terciptanya lingkungan yang baik. Padahal, dilihat dari sisi teologis, semua ajaran agama mengajak pada pelestarian lingkungan.
Salah satu peserta diskusi menanggapi kerusakan lingkungan kaitannya dengan agama, merupakan bagian dari lemahnya ketaqwaan manusia. Peserta yang lain menambahkan, bahwa penerapan nilai-nilai islam kedalam diri pribadi masing-masing yang sangat kurang.
Kerusakan lingkungan, menurut peserta yang lain juga dimungkinkan karena lemahnya peran agama. Khususnya umat Islam, padahal, Indonesia termasuk mayoritas umat islam. Untuk itulah, menurut Abdul Muhaimin, perbaikan lingkungan seharusnya tidak hanya dilakukan oleh para petinggi agama tapi juga seluruh lapisan masyarakat.
Paparan dalam diskusi membentangkan kenyataan bahwa peran agama dalam pelestarian lingkungan masih minim. Agama-agama belum mampu mengajak pengikutnya untuk melestarikan lingkungan. Dalam konteks Indonesia padahal masyarakat sangat potensial untuk diarahkan oleh Agama karena hampir semua penduduk Indonesia beragama.
Diskusi yang dipandu oleh Indra Wibowo ini mengetengahkan solusi yang dapat dilakukan para pemuka agama dalam melakukan kampanye lingkungan hidup. Salahsatunya mendorong peran aktif Agama dalam mengontrol pelbagai kegiatan pembangunan besar yang dilakukan pemerintah maupun perusahan agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan dan masyarakat.
Semangat kelestarian lingkungan bagian dari iman harus disebarluaskan kepada segenap elemen masyarakat. Hal ini agar Indonesia dapat terhindar dari marabahaya petaka lingkungan yang selama ini terus-menerus menerpa. Sanggupkah ungkapan religius tersebut terwujud dalam berbagai konsep pembangunan dengan tingkat kompleksitas yang tinggi di Indonesia? Tentu bisa.